Waktu adalah salah satu dimensi dalam hidup manusia. Dia ada dalam pacuan yang amat cepat, tidak terasa, dan begitu menghujam. Dia terus berjalan maju, tak pernah mundur walau sedetikpun. Dia laksana pedang, jika kau tak mampu memanfaatkannya, maka ia akan menebasmu.
Seringkali kita menyesali segala hal buruk yang kini terjadi akibat dari sikap kita yang tak pernah menghargai waktu di masa lampau. Kita terus berharap waktu dapat bergerak mundur, lalu kembali lagi ke masa lampau yang kita inginkan, memperbaiki segala kesalahan dan mengubahnya menjadi lebih baik. Tapi itu sangat konyol. Selamanya itu tak kan pernah terjadi.
Telah banyak ayat-ayat di kitab suci yang menjelaskan tentang waktu. Tentang firman Allah yang telah memberi peringatan bagi umat manusia untuk mampu memanfaatkan waktu sebaik-baiknya agar tidak menjadi golongan yang merugi.
Telah banyak pula slogan-slogan yang tercipta dengan bertema-kan "waktu".
Waktu memang bukan rekan untuk bisa diajak kong-kali-ngkong. Dia tidak bisa dikendalikan, dicegah atau pun ditahan. Dia terus bergerak maju, melaju dengan cepat. meninggalkan mereka yang tak mampu merenungkan arti kehadirannya.
Seperti halnya mereka yang tak mampu merenungkan kehadiran waktu yang menyelimutinya, aku dahulu juga tidak menyadari pentingnya kehadiran seseorang dalam hidupku. Dia adalah bapak. Seseorang yang mampu memberikan panutan dan teladan yang baik lewat didikan dan bimbingan kepada anak-anaknya. Seseorang yang tegas berwibawa. Seseorang yang rela banting tulang demi memenuhi kebutuhan istri dan anaknya. Seorang kepala keluarga yang penuh tanggung jawab. Seseorang yang selalu menuruti segala keinginanku waktu aku masih kecil. Seseorang yang selalu mengantar dan menjemputku ketika aku duduk di bangku TK. Seseorang yang mengajariku berenang. Seorang yang rela meluangkan waktunya hanya untuk bermain dengan gadis kecilnya yang konyol. Seseorang yang mengajariku beribadah yang telah diperintahkan dalam agama.
Dulu aku berpikir bahwa bapak akan selalu menemaniku hingga aku dewasa nanti. Melihatku tumbuh menjadi gadis kebanggaannya, melihatku memakai baju toga, menjadi wali nikahku ketika aku sudah dewasa kelak. Aku tidak berpikir bahwa bapak suatu saat akan pergi meninggalkan kami semua.
Hingga hari itu pun datang, 15 November 2006, tepatnya 6 tahun yang lalu segalanya berubah begitu cepat. Pada waktu itu aku masih kelas 6 SD. Aku masih terlalu kecil untuk memahami arti sebuah "kehilangan". Aku masih butuh seorang lelaki untuk melindungiku. Aku masih sangat butuh seorang ayah dalam hidupku.
Ketika itu pula, rumahku telah kedatangan tamu. Tamu yang hadir tanpa permisi, tanpa mengetuk pintu, tanpa mengucapkan salam. Dia datang dan pergi begitu saja. Mengambil seseorang diantara kami. Membawanya pulang ke tempat asalnya, menghadap kehadirat Tuhan Sang Pemilik Hidup. Tiada seorang pun yang kuasa menolak untuk diajaknya pergi. Tamu itu adalah kematian.
Aku masih ingat detail-detail kejadian yang terjadi pada pagi itu. Saat itu aku sedang bersiap-siap pergi ke sekolah. Namun, sebelum aku bergegas untuk mandi, tiba-tiba ibu dan abangku menjerit memanggil nama bapak dengan begitu panik. Sontak aku terkejut dan mengurungkan niatku untuk mandi, aku langsung menuju kamar bapak, namun sebelum aku sampai di kamar bapak, kakak perempuanku tiba-tiba menyuruhku untuk segera menelepon bulik dan om-ku.
Jujur, pada waktu itu aku masih belum begitu paham tentang apa yang sedang terjadi. Ku patuhi saja perintah kakak. Dengan menggunakan telepon rumah, aku mulai menelepon bulik dan keluargaku, memberitahukan kepada mereka bahwa sakit bapak kambuh kembali, dan meminta mereka untuk segera datang ke rumah.
Sesaat setelah itu, aku mendengar tangisan yang memecah pagi yang cerah. Aku mendengar ibuku perlahan mulai menangis dan menyebut nama bapak. Sementara itu, abangku terus-terusan membisikkan kalimat 'Allah' di dekat telinga bapak, berharap bapak menirukan ucapannya dan bangun dari ketidaksadarannya. Tapi tak ada respon sama sekali dari bapak. Aku lihat matanya semakin lama semakin meredup. Wajahnya kian pucat nan pasi. Aku panik. Semuanya panik.
Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi yang jelas tidak lama kemudian keluargaku datang, disusul para tetangga. Semuanya begitu sibuk, ada yang menangis, menenangkan ibu dan sebagainya. Aku lihat bapak, aku lihat tubuh tuanya yang mulai rentan itu. Aku pahami setiap garis di badannya, setiap pucat di tubuhnya. Lalu, aku tersadar, bapakku telah tiada. Bapakku telah pergi meninggalkan kami. Seketika itu pula kepalaku mulai pening, semacam telah kehabisan cairan. Tiba-tiba aku merasa begitu lemah, aku ingin menangis, menjerit tapi tidak mampu. Nafasku begitu sesak. Bahkan rasanya aku tak kuat lagi untuk melangkah. Aku hanya berdiri terpaku di pintu kamar bapak, menyaksikan adegan-adegan itu. Ketika mereka menegakkan kepala bapak dengan sehelai kain lalu menutupi tubuh bapak dengan kain jarik sembari mengucapkan kalimat "Innalillahi wainaillaihi roji'un". Dunia serasa berputar di kepalaku. Perlahan pandanganku mulai mengabur. Aku tak mampu menjaga keseimbanganku. Aku ambruk dan akhirnya tak sadarkan diri.
Aku tidak begitu ingat peristiwa setelah itu, yang aku ingat hanya saat aku tersadar, aku melihat banyak orang mengelilingiku sembari memijat-mijat tangan dan kakiku dengan menggunakan minyak kayu putih. Lalu aku bangun, aku melihat rumahku telah dikunjungi banyak orang.
Tidak lama kemudian, aku melihat bulik dan teman dekatku waktu aku kecil, mb Lian namanya, datang memelukku. Aku tahu tentang apa yang terjadi, aku bukan lagi anak kecil yang terlalu polos. Aku mencoba untuk menguasai diri, aku mencoba untuk bersikap tegar. Lalu aku berkata pada mereka untuk meninggalkan aku sendiri di kamar untuk berganti baju.
Setelah itu, banyak sekali tamu yang datang silih berganti, mengucapkan belasungkawa terhadap apa yang telah terjadi di keluarga kami. Aku juga ingat, sehabis itu teman-teman SDku juga datang melayat. Guru-guruku, teman-temanku, mereka semua hadir untuk melayat. Aku mengucapkan terimakasih kepada mereka, menyalami mereka sembari melemparkan senyum ketegaran.
I don't believe fairy tales... But, I do believe in real life, amazing and wonderful things do happen to people who believe in possibility.
Kamis, 15 November 2012
Sabtu, 10 November 2012
Wonogiri, 11 November 2012 pukul 03:34 WIB
"Ikhlas itu simple, tapi sejujurnya bagiku masih sangat susah untuk melakukannya."
Sabtu, 03 November 2012
Ketika Wabah "gegana" Menyerang
Dalam hidup ini, manusia seringkali dihadapkan dengan berbagai persoalan atau permasalahan. Macam masalahnya pun banyak sekali jenisnya. Dari yang kecil hingga yang besar. Dari yang sepele hingga yang rumit. Dari yang mudah sampai yang susah. Penyelesaian masalah setiap orang pun berbeda-beda.
Langganan:
Postingan (Atom)